By GusAr
29 December 2021
SuratanBali.Com, DENPASAR - Mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka (58) menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/12) Denpasar. Pihak JPU dari Kejati Bali dalam dakwaannya yang dibacakan secara virtual, mendakwa terdakwa melakukan tindak pidana pemerasan dan gratifikasi dari sejumlah pihak, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan total kerugian negara senilai Rp 16,1 miliar.
Mengenani aksi pemerasan yang dilakukannya, Dewa Puspaka disebut menggunakan jabatannya saat itu sebagai Sekda dan memaksa sejumlah pihak memberikan uang untuk sejumlah pembangunan di Kabupaten Buleleng selama kurun waktu tahun 2015-2020. Salah satu pihak itu, diantaranya adalah PT PEI sebesar Rp 1.101.060.000 terkait perijinan terminal LNG di Celukan Bawang pada tahun 2015. Dimana dalam prosesnya, Dewa Puspaka menjanjikan kemudahan perizinan untuk PT PEI, kemudian dana tersebut ditransfer ke rekening saksi Made Sukawan Adika yang merupakan anak buah Dewa Puspaka.
Berikutnya, dari PT. Titis Sampurna sebesar Rp 12.500.000.000, terkait penyewaan Lahan Desa Adat Yeh Sanih. Dana itu tidak pernah dirasakan oleh masyarakat Desa Adat Yeh Sanih sebagai pemilik lahan. Bahkan lahan tersebut juga tidak pernah disewakan oleh masyarakat setempat. Namun, dana sewa tersebut diterima sendiri oleh Dewa Puspaka dengan terlebih dahulu ditampung di rekening saksi Made Sukawan Adika serta dana itu juga masuk ke rekening Dewa Gede Radhea yang merupakan anak terdakwa.
"Sehingga penyewaan Lahan Desa Adat Yeh Sanih hanya sebagai sarana terdakwa untuk melakukan pemerasan kepada PT. Titis Sampurna dan PT. PEI yang sedang mengajukan izin pembangunan terminal penerima dan distribusi LNG Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng," kata Jaksa Agus Eko Purnomo dalam dakwaannya.
Dalam keterangan saksi, H. Chojum selaku Direktur PT. Budi Daya Remaja menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan kurang lebih uang sebesar Rp 2.500.000.000 terkait pembangunan Bandara Bali Utara di Kabupaten Buleleng. Terdakwa kemudian disebutkan meminta biaya pengurusan ijin kepada saksi H. Chojum yang diserahkan secara 3 tahap mulai dari tahun 2018- 2019. Namun melakukan pembayaran saksi H. Chojum tidak pernah menerima pekerjaan pembangunan bandara sesuai yang dijanjikan terdakwa. "Terdakwa memanfaatkan rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara tersebut untuk meminta uang kepada saksi H. Chojum," jelas JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Heriyanti.
Atas perbuatannya, terdakwa diancam dalam Pasal 12 huruf e UU Tipikor Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Sedangkan pada dakwaan selanjutnya, terdakwa dijerat Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor, atau ketiga Pasal 11 UU Tipikor, atau keempat Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau kelima Pasal 12 huruf (g) UU Tipikor. "Dalam dakwaan kedua, kesatu Pasal 3 UU RI nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU atau kedua Pasal 4 UU yang sama," tutup Jaksa.SB/REDAKSI