SuratanBali.Com, DENPASAR – Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar menetapkan seorang tersangka dalam kasus korupsi terkait pengelolaan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK), Provinsi Bali dan Pemerintah Kota Denpasar untuk pembiayaan berupa aci-aci (perlengkapan upacara adat, red) dan sesajen Tahun Anggaran 2019-2020 pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar.
Seorang pejabat itu, berinisial IGM yang berkantor di Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Karena dalam kasus korupsi tersebut terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1 miliar lebih. IGM terancam dijerat pasal berlapis dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, juga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Kejari Denpasar, Yuliana Sagala menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap para saksi baik dari unsur pemerintah hingga melibatkan unsur adat (Jro Bendesa, Kelihan adat dan Pekaseh Subak, red).
"Pengumpulan barang bukti kami lakukan, dan setelah membaca laporan hasil penyidikan serta dilakukan ekspose perkara, dapat disimpulkan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup yaitu minimal 2 alat bukti sebagaimana dimaksud pasal 184 ayat (1) KUHAP untuk menetapkan status tersangka," jelas Kepala Kejari Denpasar, Kamis (5/8) seraya menyatakan penetapan tersangka terhadap IGM berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 01/N.1.10/Fd.1/08/2021 tanggal 5 Agustus 2021.
Yuliana juga membeberkan bahwa tersangka IGM sendiri merupakan PA sekaligus PPK pada kegiatan pengadaan barang dan jasa aci-aci hingga sesajen untuk Desa Adat, Banjar Adat dan Subak yang berada dibawah Kelurahan se-Kota Denpasar.
Secara kronologis, peristiwa korupsi ini diduga dilakukan sekitar tahun 2019 sampai dengan 2021 berlokasi di Kantor Dinas Kebudayaan Kota Denpasar Jl. Hayam Wuruk, Kota Denpasar. Dimana modusnya tersangka mengalihkan kegiatan dari pengadaan barang / jasa menjadi penyerahan uang yang disertai adanya pemotongan bagi fee rekanan, juga dalam kapasitasnya selaku PPK tidak membuat rencana umum pengadaan. “Kemudian memecah kegiatan, melakukan penunjukan langsung tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pembuatan dokumen pengadaan fiktif," jelas Kepala Kejari Denpasar.
Untuk lebih lanjut, Kejari Denpasar selanjutnya akan menyelesaikan agenda berupa berkas perkara dan kemudian melimpahkannya kepengadilan untuk dipersidangkan.SB/REDAKSI
Bagikan