By GusAr
09 May 2023
SuratanBali.Com, DENPASAR - Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali menyosialisasikan dan memberikan pendidikan politik kepada tokoh-tokoh perempuan perwakilan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan di Pulau Dewata untuk mendukung suksesnya pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
"Salah satu pendukung demokrasi yang sangat potensial adalah keterlibatan kaum perempuan dalam kancah politik," kata Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Bali I Gusti Ngurah Wiryanata membuka Sosialisasi Pendidikan Politik Perempuan di Aula Kantor Kesbangpol Provinsi Bali di Denpasar, Selasa (9/5).
Menurut Wiryanata, sudah saatnya penguatan hak politik dan pendidikan politik bagi perempuan diutamakan, sehingga dalam kancah politik itu perempuan mempunyai peran dalam mengembangkan demokrasi dan cerdas dalam menentukan sikap politiknya.
"Melalui pendidikan politik diharapkan dapat menjadi sarana bagi terwujudnya masyarakat yang memiliki pengetahuan mengenai persoalan politik serta memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara," ujarnya pada acara yang dihadiri puluhan tokoh-tokoh perempuan di Provinsi Bali itu.
Pendidikan politik, lanjut Wiryanata, diperlukan bukan saja bagi para pemilih yang kurang atau belum memiliki pemahaman tentang persoalan politik tetapi juga bagi para pemilih yang sudah memiliki pengetahuan tentang persoalan politik.
Ia menambahkan, selain jumlahnya yang lebih banyak, perempuan juga memiliki kekuatan untuk mengajak atau mengampanyekan pilihan sehingga potensi itu harus digarap secara serius menjelang Pemilu 2024.
"Sebagai pemilih potensial, arah referensi politik perempuan juga akan memengaruhi elektabilitas partai. Seperti banyak orang mengatakan kita melihat the power of emak-emak. Di saat bersamaan mereka juga mempunyai kekuatan untuk mengampanyekan pilihannya agar bisa didukung oleh teman-temannya dan masyarakat," ujarnya.
Acara Sosialisasi Pendidikan Politik Perempuan tersebut menghadirkan tiga narasumber yakni Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan, serta akademisi dari Universitas Warmadewa Dr. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti dan Dr. I Wayan Rideng.
Lidartawan dalam kesempatan itu banyak memaparkan tahapan-tahapan menuju Pemilu 2024. Terkait dengan keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu, ia pun berencana untuk membentuk TPS yang kesemuanya KPPS-nya perempuan, bahkan hingga pengawas dan para saksinya juga perempuan.
"Ada salah satu TPS di Denpasar pada Pemilu 2019 yang semuanya diisi petugas perempuan dan terbuktinya kerjanya rapi, bagus, cepat dan akurat. Saat ini untuk di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) juga telah diisi oleh kaum perempuan," ujar Lidartawan.
Ia pun berjanji siap untuk menjadi narasumber bagi para tokoh-tokoh perempuan yang ingin berdiskusi terkait perempuan dan politik.
"Kami harapkan kaum perempuan harus mampu menunjukkan kualitas dan kompetensi diri. Ketika masuk parpol, maka kaum perempuan jangan mau hanya menjadi seksi konsumsi tetapi harus bisa menjadi ketua panitia," ujar Lidartawan.
Sementara itu akademisi yang juga Kelompok Ahli Pemprov Bali AA. Gede Oka Wisnumurti mengatakan, pemerintah, masyarakat, partai politik, dan individu itu sendiri berperan untuk memberikan pendidikan politik.
Perempuan yang ingin berkiprah di ranah politik dan publik seringkali terkendala karena adanya hambatan kultural dan struktural selain terkadang masih ada kelemahan dari sisi spirit untuk berjuang (fighting spirit).
"Pengetahuan politik perempuan tergantung dari tingkat pendidikan dan lingkungannya. Ada yang punya potensi tetapi ada kalanya tidak diberikan kesempatan di ruang publik," ucapnya.
Mantan Ketua KPU Provinsi Bali itu mengatakan keterlibatan perempuan dalam politik tidak selalu harus berkaitan dengan menjadi anggota Dewan, melainkan juga memiliki kesadaran akan kebijakan publik.
"Ini artinya perempuan hendaknya memiliki posisi tawar terhadap kebijakan yang diambil pemerintah sehingga perempuan perlu mengorganisir diri agar dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah agar pro perempuan," kata Wisnumurti.
Akademisi Dr I Wayan Rideng, narasumber berikutnya menyoroti faktor penghambat partisipasi politik perempuan diantaranya budaya patriarkal karena perempuan diidentikkan dengan pekerjaan rumah tangga yang tanggung jawabnya terhadap keluarga.
"Perempuan juga masih dianggap memiliki fisik tidak cukup kuat untuk memasuki dunia politik yang begitu keras. Selain itu perempuan masih dianggap tidak memiliki dukungan atau basis massa yang kuat," ujarnya.
Menurut Rideng, upaya yang perlu dilakukan yakni diantaranya peningkatan kualitas perempuan dan meningkatkan representasi perempuan dalam organisasi politik dan memperkuat hubungan antar organisasi perempuan.
Selain itu meningkatkan kesadaran anggota dan pimpinan parpol akan pentingnya keterwakilan perempuan serta membangun akses yang berkenaan membangun kesadaran terhadap sensitivitas kesetaraan gender.SB/REDAKSI