By GusAr
10 October 2022
SuratanBali.Com, DENPASAR - Kebijakan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang diterapkan kepada mahasiswa baru jalur Mandiri oleh Perguruan Tinggi merupakan salah satu bentuk dari adanya praktik Komersialisasi Pendidikan yang merupakan akibat dari adanya paham neoliberalisme. Melalui kebijakan ini hak seluruh warga negara Indonesia untuk menerima pendidikan bisa terhambat.
Hal ini diungkapkan oleh Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Udayana yang juga Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasionalis untuk Demokrasi (EW LMND) Bali, Jonathan Kevin, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (10/10/2022).
Jonathan Kevin, mengatakan, Komersialisasi salah satunya dibungkus dalam kebijakan SPI merupakan akibat dari paham Neoliberalisme yang masuk dalam dunia pendidikan. Dimana ditandai dengan penyerahan tanggung jawab pendanaan kepada Perguruan Tinggi secara Mandiri.
"Dimana Perguruan Tinggi diliberalkan berarti secara langsung menyerahkan tanggung jawab penyediaan dana kepada Perguruan Tinggi dan yang paling mudah untuk mendapatkan dana adalah menaikkan iuran pendidikan seperti SPP/UKT. Tapi dalam hal ini Perguruan Tinggi mengemas nya dengan SPI agar tidak terlalu gamblang mengkomersialkan pendidikan," jelas Kevin
Lebih lanjut, ia menjelaskan, melalui skema demikian, negara tidak perlu repot-repot lagi membiayai pendidikan karena sudah dibiayai oleh Perguruan Tinggi secara Mandiri yang didapat dengan cara memungut sejumlah uang dari Mahasiswa sendiri.
"Bisa berupa dengan menaikan iuran atau membungkus nya melalui SPI. Atau bahkan bekerja sama dengan industri sehingga menjadi lahan bisnis birokrasi kampus. Berbentuk IPTEK dan fasilitas penelitian di kampus2 menghamba kepada kepentingan pemodal. Sehingga ada kebijakan harus lulus dalam jangka waktu segini, harus berstandarisasi segini," ungkap Kevin.
Hal yang selaras dinyatakan pula oleh Ketua BEM PM UNUD, Darryl Dwi Putra, ia mengatakan SPI sebagai bagian dari praktik Komersialisasi pendidikan adalah upaya untuk menjadikan pendidikan sebagai komoditas dagangan dan diperjual-belikan kepada calon Mahasiswa. Menurutnya, praktik ini menyalahi prinsip atau filosofi dari pendidikan yang merupakan hak segala bangsa, dimana negara bertugas untuk memberikan fasilitas dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Darryl menambahka praktik Komersialisasi pendidikan dalam bentuk penerapan atau pemanfaat SPI sudah dilanggengkan dibanyak kampus di Indonesia. Hal ini membuat pendidikan hanya bisa diakses oleh orang-orang yang bisa membeli pendidikan itu sendiri. Sementara yang tidak bisa membeli tidak akan mendapat pendidikan
"Pertanyaan besarnya apakah pendidikan masih menjadi cita-cita dan kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa atau tidak," Tanya Darryl
Terlebih, lanjutnya, SPI sudah menjadi prasyarat bagi mahasiswa jalur mandiri untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Menurutnya dengan praktik Komersialisasi pendidikan ini hanya akan menguntungkan beberapa pihak.
"Hari ini Mahasiswa yang ingin berkuliah Dan menjadi dokter, tidak semua Mahasiswa memiliki kesempatan yang sama . Hanya mereka yang mampu membeli saja yang mempunyai kesempatan menjadi dokter ataupun beberapa profesi-profesi lainya,".SB/AAN