By GusAr
25 January 2023
SuratanBali.Com, DENPASAR - Penetapan tanggal 29 Januari di Bali sebagai Hari Arak Bali yang digagas oleh Gubernur Bali, Wayan Koster melalui Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022 mendapatkan respon positif dari Akademisi, PHDI, hingga Yowana. Karena peringatan Hari Arak Bali memiliki manfaat positif, yakni untuk menghidupkan kembali tradisi budaya Bali yang diwariskan oleh leluhur. Untuk itu, para Akademisi sampai Yowana mengajak agar beberapa oknum tidak memplesetkan pemaknaan Hari Arak Bali ke arah yang tidak baik.
Seperti yang disampaikan oleh Ahli Farmasi Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Made Agus Gelgel Wirasuta, Apt, M.Si pada, Selasa (Anggara Kliwon, Medangsia) 24 Januari 2023 bahwa Hari Arak Bali yang diperingati setiap setahun sekali pada tanggal 29 Januari di Provinsi Bali adalah gagasan yang tepat dari Gubernur Bali, Wayan Koster.
Kita melihat Arak Bali sebagai warisan budaya Bali dengan memiliki kemahiran kerajinan tradisional. Arak Bali terus dilibatkan dalam kegiatan budaya, seperti dimanfaatkan sebagai sarana upakara atau dipersembahkan sebagai tetabuhan untuk Bhuta Kala (direpresentasikan sebagai kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terukur dan tak terbantahkan dan digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan seperti wujud raksasa, red).
Minuman Arak Bali adalah minuman warisan leluhur yang dihasilkan melalui kemahiran kerajinan tradisional dengan menghasilkan cita rasa yang enak bersumber dari alam (pohon kelapa, pohon enau, dan pohon ental, red). Untuk menghasilkan arak, minuman ini dimatangkan melalui cara destilasi sebanyak dua kali. “Nah jadi, Hari Arak Bali ini merupakan langkah untuk memperingati kembali bagaimana leluhur Bali telah membangun tradisi budaya yang kini menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia,” kata Prof. Gelgel.
Untuk itu, Ahli Farmasi Universitas Udayana ini menegaskan Hari Arak Bali jangan diplesetkan sebagai peringatan hari mabuk-mabukan. Tetapi Hari Arak Bali dilaksanakan untuk memperingati warisan leluhur Bali. Lebih lanjut, Prof. Gelgel Wirasuta menjelaskan Arak Bali bisa menjadi Dewa Ye, Bhuta Ye, yang artinya bahwa Arak akan bersifat sebagai Dewa ketika Arak Bali ini dipakai pada dosis yang benar, begitu juga ketika minuman ini dikonsumsi secara berlebihan maka akan menjadi Bhuta.“
Kalau kita memanfaatkan Arak Bali pada takaran yang tepat akan memberikan manfaat positif. Nah sekarang yang salah siapa, Arak-nya yang salah atau yang mentafsirkan Arak dengan berlebihan ini yang salah. Untuk itu, Saya mengajak semua masyarakat untuk memanfaatkan Arak Bali dengan takaran yang tepat, dan jangan salahkan ciptaan Tuhan yang diwujudkan berupa Arak ini,” tegas Prof. Gelgel.
Sehingga, jika ada yang tidak suka dengan peringatan Hari Arak Bali adalah bentuk kehidupan yang Rwa Bhinneda (dua sifat berbeda sebagai spirit harmoni dalam kehidupan di alam, red). Namun perlu diketahui sekali lagi, peringatan Hari Arak Bali harus dimaknai sebagai bentuk rasa syukur kita sebagai krama Bali, karena Arak Bali memberikan banyak manfaat, selain untuk sarana upakara keagamaan, manfaat ekonomi, juga bisa oleh leluhur Bali dijadikan untuk kesehatan.
“Oleh karena itu, tujuan Gubernur Bali, Bapak Wayan Koster menggelar peringatan Hari Arak Bali untuk menghidupkan kembali tradisi budaya Bali, karena warisan budaya ini memiliki khasiat dan nilai ekonomi yang tinggi,” tegasnya, Selasa (26/1).SB/REDAKSI