SuratanBali.Com, Denpasar - Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali, Ny. Putri Suastini Koster mengingatkan tanggung jawab pelestarian produk kerajinan lokal seperti tenun dihadapan UMKM binaan Dekranasda Bali yang akan mengikuti pameran di penghujung tahun 2020, atau dijadwalkan berlangsung selama sebulan penuh mulai tanggal 4 hingga 31 Desember 2020 di Areal Taman Budaya Provinsi Bali, Jalan Nusa Indah Denpasar.
Ny. Putri Koster saat didampingi Kadis Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Wayan Jarta di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Senin (23/11) juga mengutarakan kegalauan atas maraknya produksi kain bordir yang meniru motif songket. Jika pelaku UMKM tenun ikut terbawa arus dan lebih dominan memasarkan kain jenis ini, menurutnya itu sama saja bunuh diri.
Untuk itu, perempuan yang piawai membaca puisi ini tidak henti-hentinya menggugah rasa tanggung jawab seluruh komponen dalam upaya pelestarian kain songket yang dibuat secara tradisional dengan alat cagcag. Sebab jika sampai punah, menurutnya akan sangat sulit dan butuh waktu panjang untuk mengembalikannya.
Putri Koster lantas mencontohkan keberadaan tenun rangrang khas Nusa Panida yang kini merana. Ibarat sosok seorang gadis, rangrang pernah begitu menggoda hingga dibawa ke kota untuk dipoles. Motif rangrang diproduksi secara besar-besaran hingga pada titik tertentu pasar jenuh dan tak ada lagi yang berminat. “Kini, rangrang ibarat gadis yang terluka,” ujarnya puitis.
Belajar dari kasus kain rangrang, Putri Koster tak ingin hal serupa terjadi pada songket. Berangkat dari kegelisahannya itu, Putri Koster yang saat ini juga menjabat sebagai Manggala Utama Paiketan Krama Istri (PAKIS) Bali menyampaikan kemungkinan penggunaan tenun khas masing-masing daerah diatur dalam Pararem Desa Adat. Ia bukan bermaksud membatasi kreativitas bordir, namun akan lebih baik jika penggunaannya diatur. “Kain bordir motif songket bisa untuk baju, kalau untuk kamen tetap harus yang hasil tenun,” pintanya.Redaksi/SB
Bagikan