SuratanBali.Com, GIANYAR - Gubernur Bali Wayan Koster secara resmi mencanangkan pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Provinsi Bali, yang ditandai dengan penandatanganan prasasti di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Bedulu, Gianyar, Selasa (4/6). Ditetapkannya Perda Desa Adat merupakan moment historis karena pertama kalinya Desa Adat, diakui sebagai subjek hukum dengan posisi dan kewenangan yang jelas. Perda tersebut juga sebagai upaya melestarikan dan menguatkan tonggak sejarah Ida Bhatara Mpu Kuturan pada 1000 tahun yang lalu.
“Legislasi ini dibuat untuk melestarikan apa yang sudah dirancang oleh Ida Bhatara Mpu Kuturan. Tujuannya agar Desa Adat lebih kokoh dan kuat, sekaligus mampu mengakomodasi tantangan dan peluang jaman,” ungkap Wayan Koster.

Menurut Koster Perda Nomor 4 Tahun 2019, terdiri dari 18 Bab dan 104 Pasal tersebut, merupakan implementasi visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru. “Konsep dasarnya tidak boleh menyimpang dari kearifan lokal. Harus tegak lurus fundamentalnya dengan kearifan lokal,” tegasnya.
Secara substansi, Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali ini tidak mengacu pada UU 6/2014 tentang Desa, melainkan mengacu pada UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 236 ayat (4), yang menyatakan bahwa Perda dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena mengacu pada UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah maka Desa Adat dalam Perda ini memiliki wilayah, hak asal usul, hak-hak tradisional, susunan asli, serta otonomi asli untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Perda ini juga memuat sejumlah ketentuan baru dan progresif. Pemerintah Provinsi Bali akan segera membentuk perangkat daerah yang secara khusus akan menangani urusan Desa Adat. SB/SINTYA
Bagikan