By dama
05 August 2024
SuratanBali.Com, DENPASAR - Kegiatan menisik telah mengalami degradasi akibat kurangnya perhatian generasi muda untuk melestarikannya. Kegiatan menisik merupakan kegiatan kecil namun memiliki filosofi yang dalam. Menghilangnya kegiatan ini secara perlahan memberi dampak jangka panjang yang negatif terhadap kelestarian alam. Fast fashion dan fashion tren menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif terhadap produk fashion, makin membuat masyarakat modern terutama generasi millennial dan gen Z enggan untuk melakukan menisik terhadap pakaian tua/ rusak.
Menariknya, tradisi menisik ternyata masih ditemui di Suku Kajang yaitu Pa’tampeng, berdasarkan data dari disertasi Dosen Desain dan Produk Lifestyle Universitas Surabaya (Ubaya) Ninik Juniati, doktor ke-30 dari Program Studi Seni, Program Doktor ISI Denpasar.
Lebih lanjut, kegiatan Pa’tampeng kerap dilakukan oleh suku Kajang yang berada di pedalaman Sulawesi Selatan. Filosofi yang terkandung pada kegiatan Pa’tampeng ini dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menumbuhkan kembali budaya menisik di masyarakat melalui penciptaan karya art fashion.
Disertasi penciptaan karya Ninik Juniati ini bertujuan untuk mengangkat dan mengenalkan kepada masyarakat preservasi tope’ le’leng melalui tradisi Pa’tampeng dan mewujudkan karya art fashion tisik tampeng sebagai bagian dari preservasi Tope’ le’leng oleh peneliti melalui karya penciptaan. Selain itu, disertasi ini juga ditujukan untuk menjabarkan estetika karya art fashion tisik tampeng pada koleksi pintala le’leng na puteh.
Sebagai informasi tambahan, metode penciptaan karya art fashion ini berbasis riset dengan pendekatan etnografi. Metode pengumpulan data etnografi menggunakan teknik dokumentasi, interview dan observasi partisipatoris. Hasil Analisa data etnografi digunakan untuk menyusun metode penciptaan art fashion dan konsep penciptaan zero waste, ramah lingkungan dengan memanfaatkan material limbah perca dan pasca konsumsi tanoa menghasilkan limbah baru.
Disertasi penciptaan karya Ninik Juniati ini menghasilkan karya intangible berupa metode penciptaan art fashion ECO tallu yang berbasis budaya Kajang dan sustainable fashion. Karya tangible berupa aktualisasi Art fashion Tisik Tampeng menghasilkan dua jenis tisik yaitu tisik pintala le’leng dan tisik pintala puteh serta dua bentuk motif yaitu motif tangke kaju, berarti batang pohon dalam bahasa Konjo, bahasa asli Suku Kajang. Motif Bale Bangkeng, berarti jejak kaki.
Motif tangke kaju dan bale bangkeng menggambarkan tentang kehidupan masyarakat Kajang yang menolak modernisasi, selalu bertelanjang kaki agar selalu dekat dengan alam semesta. Motif Bale Bangkeng, menggambarkan tentang batang, ranting, cabang pepohonan dari hutan Kajang. Suku Kajang dikenal sebagai penjaga hutan hujan terbesar di dunia. Motif bale bangkeng dan tangke kaju dapat menjadi novelty penelitian yang dapat menyumbangkan karya seni tekstil Indonesia.
Lebih lanjut, penciptaan art fashion tisik tampeng yang dikemas dalam bentuk koleksi art fashion pintala le’leng na puteh sebagai bentuk preservasi peneliti terhadap Tope’ leleng (sarung hitam khas suku Kajang) dalam bentuk aktualisasi art fashion tisik Tampeng pada koleksi pintala le’leng na puteh dan sebagai media untuk memperkenalkan kegiatan menisik kepada masyarakat luas.RLS/DI