By GusAr
07 September 2022
SuratanBali.Com, DENPASAR – Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PD KMHDI) Bali melaksanakan diskusi public bertema “Masa Depan Subak Menghadapi Mega Proyek Tol Gilimanuk – Mengwi di Denpasar, pada Senin (5/9/22). Diskusi ini menghadirkan 3 pembicara, diantaranya Ketua Puskor Hindunesia Ida Bagus Ketut Susena, Pakar Hukum I Made Kariada, SE., SH., MH., dan Sosiolog UNUD Gede Kamajaya, S.Pd., M.Si.
Dalam pandangannya, Ida Bagus Susena menyatakan bahwa pada dasarnya, masyarakat bukan anti pembangunan, namun pembangunan yang dilakukan haruslah berkeadilan sosial dengan memperhatikan hak dan kepentingan masyarakat.
Ia menyatakan bahwa rencana pembangunan Mega Proyek Tol Gilimanuk-mengwi akan berdampak buruk pada sektor pertanian yang akan menerabas ratusan hektar sawah produktif terlebih lagi Bali sudah mengalami defisit pangan juga menerabas banyak rumah masyarakat lokal di kabupaten Jembrana, Tabanan dan Badung.
“ Shortcut dirasa lebih cocok dikarenakan mampu mempercepat akses tanpa menerabas subak dan rumah masyarakat “ sebutnya.
Senada dengan hal tersebut, Gede Kamajaya menyampaikan metode pembangunan di Bali hari ini tidak lagi berpihak pada bidang pertanian, kurangnya dukungan pemerintah terhadap pertanian berakibat minimnya generasi muda Bali untuk bercita-cita menjadi petani.
“ air bendungan untuk subak Tabanan di bawa ke Badung untuk keperluan pariwisata. Pertanian Bali pada masa konolial jauh lebih baik dibandingkan sekaran. Eksploitasi besar besaran terhadap air tanah Bali menyebabkan menurunnya air tanah di Bali sekitar 50-meter pada tahun 2019 “ pungkasnya.
Gede Kamajaya menambahkan kondisi masyarakat Bali yang sangat tabu untuk berbeda pendapat dan dalam realita lebih sering suryak siu dan tak berani berargumen karena sering kali menjadi sorotan jika berbeda pendapat.
“ Pembanguanan haruslah sustainable untuk memikirkan generasi selanjutnya dan tidak hanya untuk kepentingan sesaat, harus partisipatif, melibatkan masyarakat terdampak serta masyarakat secara umum, dan ekologis melaui uji kelayakan oleh kementria lingkungan hidup “ tambahnya.
Disisi hukum, Kariada menyampaikan Pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi dinaungi oleh Undang Undang Cipta Kerja. Dalam Undang Undang Cipta Kerja pembangunan didasarkan pada kajian sosial dan ekonomi dan aspek lainnya dikesampingkan. Pembangunan di Bali berlandaskan Tri Hita Karana yang selalu mengutamakan kajian religi, budaya dan lingkungan. Pembangunan di Bali tidak bisa dihitung dalam matematika yang hanya memandang sosial dan ekonomi. Sehingga, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam kajian yang dibuat.
“ Persoalannya dilapangan menunjukkan adanya komunikasi satu arah, dimana rakyat hanya diberitahukan tanpa ada dialog dan juga banyaknya ketidaktahuan publik terkait dengan hal teknis seperti data jumlah lahan sawah, hutan, dan rumah yang terancam terkena Mega Proyek Tol Gilimanuk-Mengwi “ terangnya
Ia turut menegaskan pembangunan Bali di era sekarang cenderung tidak melibatkan publik dan dilaksanakan secara diam-diam dan komunikasi satu arah tanpa melibatkan pertimbangan maupun aspirasi masyarakat yang akan terdampak dari setiap pembangunan.
“ Dialog dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali perlu dilakukan masyarakat untuk trasnparansi informasi “ tegasnya.SB/REDAKSI