SuratanBali.Com, GIANYAR - Anggota Komisi VI DPR RI, I Nyoman Parta menyoroti kasus kelangkaan obat yang terjadi di berbagai tempat saat dilaksanakannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Memanfaatkan momentum Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR-RI dengan Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir, Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk, Direktur Utama PT Informa Tbk dan Direktur Utama PT Phapros Tbk pada, Rabu (7/7), Parta melalui rapat daringnya mempertanyakan perihal kontrol yang dilakukan oleh BUMN tersebut. “Upaya apa yang dilakukan dari 4 BUMN Farmasi ini dalam melakukan kontrol ketat terkait produksi dan distribusi ke pasaran, sehingga harga obat-obatan ini bisa dikontrol?,” tanyanya dengan tegas.
Menurut mantan Ketua Komisi IV DPRD Bali yang membidangi kesehatan ini bahwa pihaknya mendapatkan informasi jika melonjaknya kasus Covid-19 membuat ketersediaan obat terapi Covid-19 di sejumlah apotek semakin langka. Meski ada, harganya pun selangit. Salah satu contoh obat yang harganya melonjak, adalah Ivermectin yang mencapai puluhan ribu rupiah. Padahal, harga normalnya di bawah Rp 10.000. “Selain kontrol dan pengawasan, para mafia yang mempermainkan harga obat ini harus dapat sanksi berat,” ujar Anggota Fraksi PDIP tersebut.
Maka dari itu, Parta mendesak agar harga obat-obatan ini tidak diserahkan pada mekanisme pasar. Karena yang akan menjadi korban adalah rakyat kecil. "Mereka pasti akan kalah, karena tak punya akses dan kemampuan untuk membeli,” imbuhnya. Kemudian, Parta sekali lagi mengingatkan agar soal harga obat ini diperhatikan betul dan jangan sampai ada yang mengambil kesempatan dalam kesempitan selama PPKM. "Jadi tolong yang terakhir ini, jangan diserahkan pada mekanisme pasar. Jadi catatan untuk bapak-bapak dari Bio Farma,” kata Parta saat memberikan Bio Farma PR.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat terapi Covid-19. Aturan itu tercantum dalam Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19.
Aturan ini dibuat agar tingginya kebutuhan obat itu tidak dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikkan harga jual obat yang merugikan masyarakat. “Harga eceran tertinggi ini merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, RS, klinik, dan fasilitas kesehatan (faskes) yang berlaku di seluruh Indonesia,” jelas Budi, dalam keterangan persnya, Sabtu (3/7), saat dikutip dari kemkes.go.id.
Ada sebelas obat yang ditetapkan harga eceran tertinggi sebagaimana tercantum dalam Kepmenkes tersebut, yaitu: 1. Favipiravir 200 mg (tablet) Rp 22.500 per tablet; 2. Remdesivir 100 mg (injeksi) Rp 510.000 per vial; 3. Oseltamivir 75 mg (kapsul) Rp 26.000 per kapsul; 4. Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml (infus) Rp 3.262.300 per vial; 5. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml (infus) Rp 3.965.000 per vial; 6. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml (infus) Rp 6.174.900 per vial; 7. Ivermectin 12 mg (tablet) Rp7.500 per tablet; 8. Tocilizumab 400 mg/20 ml (infus) Rp 5.710.600 per vial; 9. Tocilizumab 80 mg/4 ml (infus) Rp 1.162.200 per vial; 10. Azithromycin 500 mg (tablet) Rp 1.700 per tablet; dan 11. Azithromycin 500 mg (infus) Rp 95.400 per vial.SB/REDAKSI
Bagikan