SuratanBali.Com, DENPASAR – Beberapa Perusahaan di Bali sangat mudah ditemukan pekerja outsourcing. Berdasarkan hasil kajian akademik dan beberapa hasil penelitian menyebutkan outsourcing di Indonesia sama halnya seperti tindakan human trafficking (perdagangan manusia). “Kenapa? alasannya karena dalam outsourcing yang dijual adalah per kepala, bukan sebaliknya mereka menjual jasa untuk melatih pekerja,” demikian pernyataan tegas akademisi Universitas Mahasaraswati Denpasar, DR. I Wayan Gede Wiryawan saat dirinya membahas Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, Rabu (12/6) di Ruang Rapat Gabungan, Lantai III DPRD Bali yang dipimpin Ketua Komisi IV, I Nyoman Parta.
Lebih lanjut Tim Ahli Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan ini (Wayan Gede Wiryawan,Red) menjelaskan semestinya jasa itu yang harusnya dijual oleh perusahaan outsource, sehingga nilai jualnya menjadi mahal. Bukan malah mereka menjual per kepala. “Sekarang rekrut orang kemudian disalurkan. Nah apa bedanya dengan human trafficking,” tegasnya.
Disisi lain, Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta menyebut Raperda ini sangat penting karena bisa melindungi tenaga kerja Bali. Karena kami mencatat ada beberapa perusahaan di Bali yang tidak memberikan hak BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan kepada pekerjanya, termasuk hak lainnya. Akibat kondisi ini, Pemerintah Provinsi Bali menjadi beban untuk mensubsidi BPJS.
“Seharusnya uang BPJS yang disubsidi Pemerintah Provinsi Bali senilai Rp 400 Milyar itu bisa untuk membangun jalan, membangun pendidikan dan sebagainya ketika semua perusahaan bertanggungjawab memberikan hak BPJS ke tenaga kerjanya,” ucapnya dihadapan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Bali dan peserta rapat lainnya.SB/WIRA
Bagikan