SuratanBali.Com, BULELENG - Wayan Koster sebagai Gubernur Bali memang dikenal sebagai pemimpin yang paling cepat bekerja menuntaskan konflik agraria yang terjadi sudah puluhan tahun di Bali.
Hal itu kembali dibuktikannya dengan menyerahkan hibah sertifikat tanah hak milik kepada Desa Adat Buleleng, Kabupaten Buleleng, Rabu (Buda Umanis Tambir, 3 Agustus 2022). Penyerahan hibah tanah ini disaksikan oleh Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna, Sekda Buleleng, Gede Suyasa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali, Dewa Tagel Wirasa, Kepala BPN Buleleng, Komang Wedana, Bendesa Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna dan Krama Adat Buleleng di Wantilan Desa Adat Buleleng.
Penyerahan hibah sertifikat tanah hak milik (SHM) kepada Desa Adat Buleleng diperuntukkan bagi 72 KK warga yang telah menempati lahan sejak Tahun 1956, dan hal ini menjadi deretan sejarah perjuangan Wayan Koster sebagai Gubernur Bali dalam menuntaskan konflik agraria di Provinsi Bali.
Dimana sebelumnya, Wayan Koster sebagai Gubernur Bali juga tercatat telah menuntaskan: 1) Konflik Agraria sejak tahun 1960 terjadi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng; 2) Menuntaskan masalah agraria di Kelurahan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung yang telah terjadi sejak Tahun 1920 atau sudah 100 tahun lebih; dan 3) Menuntaskan masalah Reforma Agraria di Kali Unda, Semarapura Kangin, Klungkung yang telah terjadi sejak tahun 1970-an atau 52 tahun lamanya.
Pada sambutannya, Wayan Koster menjelaskan pasca tanah aset daerah tersebut dihibahkan ke Desa Adat Buleleng, Koster berharap agar aset ini dibentengi oleh aturan adat yaitu awig-awig atau pararem. Sehingga, masyarakat yang telah turun - temurun menempatinya memiliki landasan yang sah dalam menempati tanah itu dengan syarat mengabdi atau ngayah kepada Desa Adat.
Koster juga menekankan agar Desa Adat Buleleng tidak mengalih fungsikan tanah itu, karena sejak awal tanah tersebut dihibahkan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang telah turun - temurun menempati tanah itu.
“Lahan ini Saya hibahkan ke desa adat, tetapi peruntukannya tetap untuk warga itu, nggak perlu menyewakan tanahnya kepada warga, cukup dengan ngayah yang diatur dengan pararem,” tutupnya dengan mengajak semua Krama Adat membangun keharmonisan antar sesama Krama Adat.
Sejalan dengan Koster, Kelian Desa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna akan memberikan hak ke warga untuk menempati tanah tersebut hingga seterusnya secara turun temurun, dengan syarat yang boleh mewarisinya adalah purusa atau ahli waris secara adat Bali.
Selain itu, Sutrisna menekankan kepada warga agar tidak menyewakan, menggadaikan, maupun menjual tanah yang telah diberikan hak pemanfaatannya tersebut. “Tidak boleh dipindah tangankan kepada orang yang tidak sesuai dengan tatanan struktur silsilah keluarga yang dimiliki,” tegasnya.SB/REDAKSI
Bagikan